KENDAL | Mediacakranews.com – Dalam rangka memperingati harlah yang pertama dan juga memperingati hari wayang nasional, pondok pesantren Ndalem wongsorogo menyelenggarakan pagelaran wayang kulit, dihalaman pondok
Dalam acara tersebut mengundang bupati dan wakil bupati Kendal, Cabub dan Cawabub Kendal, KPU, Bawaslu, tokoh agama, dan juga para seniman dari beberapa daerah.
Pengasuh Pondok Pesantren dan Kebudayaan Ndalem Wongsorogo, Brangsong Kendal, Kiai Paox Iben Mudhaffar saat sambuatan dalam acara Wayangan dan Harlah Pesantren Ndalem Wongsorogo mengatakan, setiap tanggal 7 November diperingati sebagai Hari Wayang Sedunia.
“Di mana tanggal 7 November, wayang ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh UNESCO, dan wayang menjadi budaya asli Indonesia,” ujarnya.
Kiai Paox juga mengungkapkan, acara adalah dalam rangka satu tahun revitalisasi pesantren dan Kebudayaan Ndalem Wongsorogo. Selain itu juga sebagai Merti Desa Sidorejo, Brangsong yang terbentuk dari penggabungan dua desa, yaitu Kalijaran dan Srogo, pada 28 November 1928.
Dirinya juga menyebut, karena sekarang sedang musimnya pemilihan kepala daerah (Pilkada), maka dalam pagelaran juga melibatkan penyelenggara Pemilu, yaitu KPU dan Bawaslu, untuk mensosialisasikan pelaksanaan Pilkada Serentak 2024.
“Ya kita ingin dong, Pilkada berjalan damai, aman dan lancar, pemilihnya juga mempunyai pemikiran yang dewasa, serta para paslon lebih mengedepankan visi-misi, yang bagi kami adalah membawa pesan kebudayaan. Maka atas izin dari Bawaslu kami juga mengundang ketiga Paslon Pilkada Kendal untuk bisa hadir dalam acara ini,” ungkap Kiai Paox.
Sedangkan terkait pagelaran wayang kulit, karena dalam penyebaran Agama Islam di nusantara, para pendahulu menggunakan wayang sebagai media pendekatan dengan masyarakat.
“Memang wayang itu tradisi Hindu dari India, namun kemudian oleh Para Wali Songo diadaptasi, diasimilasi dan diperbaiki. Terutama Sunan Bonang, Sunan Giri dan Sunan Kalijaga. Sehingga akhirnya wayang identik dengan kebudayaan Islam,” jelas Kiai Paox.
“Tapi dalam perjalannya, wayang ini tidak diopeni (dipelihara-red), oleh kalangan Islam, oleh kalangan pesantren. Malah yang ngopeni adalah kalangan-kalangan lain. Jadi wayangan seharusnya juga jadi identitas santri juga,” imbuhnya.
Sebelumnya, Ketua Panitia sejaligus Ketua Yayasan Darul Mudhaffar, Thohir Ardana saat membuka acara dalam sambutannya menyampaikan, pagelaran wayang kulit dalam rangka memperingati Hari Wayang Nasional sekaligus hari ulang tahun (harlah) kesatu Pondok Pesantren dan Rumah Kebudayaan Ndalem Wongsorogo.
“Kita seharian menyuguhkan Pementasan Wayang Kulit dengan menghadirkan Dalang Cilik, Rizki Maulana yang mengambil lakon Cakra Ningrat. Kemudian lakon Kikis Tunggorono oleh Dalang Cilik, Hanif, dan lakon Bimo Suci dengan Dalang Cilik Sindu, serta menghadirkan Dalang Fadli,” bebernya.
Untuk puncak acara, Pementasan Wayang Kulit menghadirkan Budayawan dan Sastrawan, sekaligus Dalang terkenal, Ki Sujiwo Tejo, membawakan lakon Sang Jarasandha dan Wayang Jagongan, yang dalam pementasan diisi dengan diskusi terbuka, sekaligus ruwatan.
Ardana berharap, terselenggaranya acara pagelaran wayang tersebut, berkat sinergitas yang baik dengan beberapa pihak, dalam rangka menumbuhkan kecintaan masyarakat terhadap seni wayang kulit dan melestarikan nilai nilai luhur yang terkandung dalam cerita pewayangan.
“Semoga semua rangkaian acara dapat terlaksana dengan lancar, dan dapat dirasakan manfaatannya oleh masyarakat. Baik dari segi pendidikan, nilai luhur, maupun sosial budaya,” ungkap Ardana.
Kepala Desa Sidorejo, Edi Kadarisman mengungkapkan, pihaknya mendukung digelarnya acara, dalam rangka Harlah pondok pesantren, sekaligus memperingati Hari Wayang Sedunia 2024.
“Melaui Pementasan Wayang, bisa menjadi media penyampaian kritik kepada pemerintahan melalui seni kebudayaan. Tidak harus aksi turun kejalan, menyampaikan aspirasi beda beda. Bisa turun kejalan bisa melalui kesenian budaya, salah satunya budaya wayang ini,” ujarnya.
Bima (Cakra)